Tema popularitas: Done!
Yeaaah m/ rasanya kayak habis melahirkan (kayak yang tahu aja :p). Legaaa.. tapi masih ada 21 hari lagi untuk ditulis..
Anyway, tema selanjutnya adalah tentang NENEK MOYANG. Saya ini selalu penasaran siapa nenek moyang saya. Kata mama saya, saya ini keturunan jawa tengah (Blora) tulen, dan mbah-mbah saya tujuh turunan keatas juga semuanya orang Jawa Tengah. Hanya saja karena tuntutan pekerjaan orangtua, kami sekeluarga dipindahkan ke Jawa Barat (Sukabumi.) Menurut saya ini adalah sebuah pertanda bahwa nenek moyang saya adalah orang Jawa tengah.
Tidak puas dengan hipotesis itu, saya dan seorang teman yang enggan disebut namanya, mengadakan penelitian kecil-kecilan. Setelah mengasah pisau analisis kami dengan batu asah dari Goa Olala di kampung Bojong Kenyot, kami menemukan pencerahan. Data yang kami dapat dari perpustakaan setempat menunjukan bahwa nenek moyang saya bukanlah seorang pelaut.
“Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera….“
Anda familiar dengan lagu itu? ya, saya juga. Tapi hati saya perih ketika mendengar lagu itu setelah mengetahui kenyataan bahwa nenek saya bukanlah seorang pelaut. Lihat kan, bagaimana lagu tersebut menyimpan diskriminasi yang luar biasa besar untuk saya sekeluarga karena nenek moyang saya bukan pelaut.
Penelitian demi penelitian terus kami lakukan untuk menguak misteri tentang nenek moyang saya. Hingga pada akhirnya di suatu malam saat bulan sabit bersinar sangat terang, saya menemukan fakta ini: Nenek moyang saya gemar berkaraoke. Ya, awalnya saya juga tidak menyadari hal ini sampai saya menemukan satu gambar not balok di setiap sudut foto nenek moyang saya yang terarsip di perpustakaan. Nenek moyang saya gemar berkaroke.
Fakta itu mengejutkan saya. Mungkin inikah yang namanya takdir? Mungkinkah ini alasan kenapa saya tidak pernah menolak jika diajak teman-teman berkaraoke? Entahlah. Saya masih penasaran.
Jadi singkat cerita, saya dan seorang teman saya yang enggan disebut namanya itu tetap melanjutkan penelitian. Setelah googling dan membaca sedikit mantra-mantra, saya menemukan bukti lain tentang nenek moyang saya: ternyata dulu nenek moyang saya pernah singgah di Pulau Tubby.
Tidak, pulau Tubby tidak bisa ditemukan di Google Map, atlas, globe, maupun peta dunia. Semua gambaran yang merepresentasikan geografis bumi tidak mencakup Pulau Tubby di dalamnya. Namun kira-kira Pulau Tubby terletak di barat daya kepulauan Genovia, benua Eropa.
Bermodalkan celengan ayam yang telah mati dibanting, saya dan teman yang enggan disebut namanya kemudian berangkat menuju Pulau Tubby. Maaf saya tidak dapat menjelaskan bagaimana saya bisa sampai di Pulau Tubby. Karena selain melalui jalan berliku yang terjal dan curam, jalan menuju Pulau Tubby dijaga ketat oleh Oompa Loempa. Ya, mahluk kerdil pencinta cocoa di film Charlie and the Chocolate Factory itu nyata saudara-saudara.
Perjalanan pun kami lalui dengan hati riang dan penuh kesabaran. Perbedaan bahasa adalah salah satu masalah krusial yang kami hadapi. Beruntung, di tengah jalan, ketika kami sedang beristirahat di Gua Fecanesse, kami bertemu dengan Monster Panu dan Siluman Doraemon. Jangan bayangkan penyakit kulit yang menganjam jiwa manusia. Panu yang dimaksud disini adalah nama seorang penduduk Pulau Tubby. Monster Panu selalu memakai helm dan masker kemanapun dia pergi. entah kenapa. Apakah seluruh tubuhnya ternyata panuan? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu. Siluman Doraemon juga menyimpan misteri. Konon katanya Siluman Doraemon suatu waktu pernah mengunjungi Jepang dan langsung jatuh cinta dengan tokoh kartun yang lucu itu. Sejak saat itu ia memutuskan untuk operasi plastik dan mengubah namanya menjadi Siluman Doraemon.
Beruntung, Monster Panu dan Siluman Doraemon bisa berbahasa Inggris dan sedikit bahasa Indonesia. Ternyata mereka suka sekali menonton Glee dan Cinta Fitri, jadi mereka tertarik untuk mempelajari bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Setelah saya bercerita mengenai alasan kedatangan saya dan teman yang enggan disebut namanya ke Pulau Tubby, Monster Panu dan Siluman Doraemon pun berjanji hendak membantu saya menemukan sejarah nenek moyang saya yang hilang. Mereka lalu mengajak kami ke rumah mereka. Di rumah mereka, kami banyak bercerita. Setiap selesai bercerita, mereka selalu bernyanyi. Entah kenapa mereka berdua juga suka menyanyi. Siluman Doraemon memiliki obsesi menjadi penyanyi terkenal seperti Rachel Berry-nya Glee. Sedangkan Monster Panu memiliki ambisi untuk menyulap suaranya menjadi serak-serak basah supaya mirip dengan Shireen Sungkar. Jangan aneh makanya ketika mendengar Monster Panu berbicara selalu ada akhiran: “haiya iya iya ya..” nya.
Banyak misteri yang terungkap dalam obrolan kami. Obrolan inilah yang nantinya selama LIMA HARI KEDEPAN akan saya bahas di segmen #31harimenulis. Terhitung besok. Tetap pantau terus blog ini ya. Saya pamit undur diri dulu, mau ngerjain tugas PSTV. Dilanjut besok ya! Salam metal. m/