NENEK MOYANG adalah tema kedua saya dalam proyek #31harimenulis. Saya penasaran dengan identitas nenek moyang saya. Lalu, saya bersama teman saya yang enggan disebut namanya, mulai berpetualang untuk mencari fakta-fakta tersembunyi tentang nenek moyang saya. Dimulailah petualangan saya bersama teman saya yang enggan disebut namanya ke Pulau Tubby. Kami lalu bertemu duo musikal THE CAMENERS, yang terdiri dari Monster Panu dan Siluman Doraemon. Mereka berdua disinyalir mengetahui identitas nenek moyang saya. Selama LIMA HARI KEDEPAN (terhitung 12/5) saya akan memposting mengenai obrolan-obrolan saya dengan THE CAMENERS. Untuk mengetahui lebih lanjut mengapa saya mencari nenek moyang saya, bisa dibaca DISINI. Selamat menikmati! Salam THE CAMENERS! 🙂
“Coba tebak, apa yang paling sulit dari berusaha mencapai cita-cita?” Pertanyaan Monster Panu mengagetkan saya.
Saya pun bingung menjawabnya. Saking bingungnya, saya menyikut tangan teman saya yang enggan disebutkan namanya. Si teman yang sedang asik makan ubi bakar pun langsung gelagapan. Kami sama-sama bingung.
“Ng.. apa ya… mungkin langkah pertama untuk melakukannya? Maksudku, kalau kita udah punya mimpi atau keinginan, yang diperlukan hanya langkah pertamanya, kan?” jawabku.
Si teman yang enggan disebutkan namanya menimpali, “Iya, biasanya kalau langkah pertama sudah diambil,, langkah-langkah berikutnya akan begitu saja menghampiri.”
Monster Panu menatap kami bergantian. “Yup, itu bisa jadi salah satunya.”
“Tapi kadang bukan langkah pertama lho yang susah dijalankan,” sela Siluman Doraemon. Ia lalu menghampiri kami dan ikut duduk melingkar seperti yang biasanya kami lakukan di sore hari seperti ini. “Kalau menurutku, yang paling berbahaya adalah mengendapkan impianmu itu. Terlalu lama diendapkan itu tidak baik. Beruntung, kalau niat kamu besar dan ingin melanjutkannya lagi. Tapi kalau tidak? Impianmu itu hanya akan tertutup dengan impian-impian lain yang kamu miliki. Hasilnya, kamu nggak akan mendapatkan impian-impian sesuai dengan yang telah kamu rencanakan.”
“Maksudmu seperti berjalan ditempat?” tanya si teman yang enggan disebutkan namanya.
Siluman Doraemon mengangguk. “Yup. Jalan ditempat merupakan proses yang menjemukan. Kita tetap bergerak, tapi tidak maju. Capeknya dapet, penantiannya dapet, kekecewaannya juga dapet.”
“Tapi bukankah dalam sebuah proses kita juga perlu beristirahat?” tanya saya.
“Ya, tapi bukan istirahat yang membuat kita capek” jawab Monster Panu.
Kami pun diam. Sisa sore itu kami habiskan dengan saling diam. Meresapi perkataan dua mahluk asing itu yang langsung menghujam pemikiran kami berdua.
Merekapun bernyanyi, tetap dengan suaranya yang fals dan sangat jelek biasa saja.
***
“Nenek moyangmu adalah salah satu orang yang berhasil mencapai cita-citanya. Ia merupakan gabungan dari bakat dan usaha. Usahanya, tidak lepas dari proses jalan di tempat. Tapi ia berhasil melalui itu semua.” ungkap Monster Panu.
“Apa maksudmu?” tanyaku makin penasaran.
Siluman Doraemon lalu merogoh kantong ajaibnya dan mengeluarkan satu buku besar. Buku itu tampak begitu tua. Buku itu terdiri dari kertas tebal yang kuduga dibuat dari dedaunan hutan, yang dijilid dengan ranting-rating pohon yang tipis, tapi kuat.
“Baca ini.” Siluman Doraemon menyodorkan buku itu kepadaku.
Dan aku tak percaya telah menemukan satu fakta baru lagi!