![]() |
Source |
Travng melangkahkan kakinya memasuki Mostach disambut gemerincing lonceng di depan pintu. Mostach. Kata itu terus terngingang-ngiang di kepalanya sejak pertama kali ia melihat papan nama itu seminggu yang lalu.
Sore itu Travng ingin menikmati senja, maka ia berjalan menusuri bentangan trotoar yang berada tak jauh dari tempatnya menginap. Di ujung trotoar, di pertigaan jalan, ada sebuah rumah makan kecil berlantai empat yang selalu penuh dengan turis. Selain ornamen jawa yang kental, Travng suka dengan ruang makan rooftop yang disediakan disana. Tempat yang indah untuk menikmati senja sambil meminum teh pahit panas. Masih setengah jalan menuju tempat makan itu, ia melihat sebuah bookstore dan coffee shop yang menarik perhatiannya. Motsach. Niatnya untuk mengunjungi Motsach selalu sirna lantaran dirinya takut. Motsach, sebuah kata yang juga terdapat dalam bahasa negaranya. Sedangkan dalam perjalanan ini, Travng sedang ingin melupakan apapun tentang dirinya, negaranya, identitasnya…
Namun, sore ini sepertinya Travng menyerah. Ia rindu asal-usulnya.
[6…]
Baca cerita sebelumnya disini