NENEK MOYANG adalah tema kedua saya dalam proyek #31harimenulis. Saya penasaran dengan identitas nenek moyang saya. Lalu, saya bersama teman saya yang enggan disebut namanya, mulai berpetualang untuk mencari fakta-fakta tersembunyi tentang nenek moyang saya. Dimulailah petualangan saya bersama teman saya yang enggan disebut namanya ke Pulau Tubby. Kami lalu bertemu duo musikal THE CAMENERS, yang terdiri dari Monster Panu dan Siluman Doraemon. Mereka berdua disinyalir mengetahui identitas nenek moyang saya. Selama LIMA HARI KEDEPAN (terhitung 12/5) saya akan memposting mengenai obrolan-obrolan saya dengan THE CAMENERS. Untuk mengetahui lebih lanjut mengapa saya mencari nenek moyang saya, bisa dibaca DISINI. Selamat menikmati! Salam THE CAMENERS! π
UPDATED! — Berhubung beberapa waktu yang lalu blogger sempat error, jadi saya posting tulisan ke #13 dan #14 disini.Silakan mampir π
Bintang berpendar terang malam ini. Ia melakukan tugasnya dengan baik, menuntun pelaut untuk berlayar dengan menampakan rasinya. Itu hakikat bintang, menuntun siapa saja yang kehilangan arah. Termaksuk aku.
Kita sekarang berdiri di hamparan rumput luas sembari dipeluk awan berhias bintang. Aku memandang rasinya takjub. Beberapa kuhapal, di utara aku melihat Corona Borealis. Favoritku. Sedangkan kamu masih kesulitan mencari Kaprikonus.
Kita hanyut dalam dunia kita sebelum waktuku untuk pulang.
Aku pulang bukan karena tidak nyaman bersamamu. Aku pulang bukan karena aku takut menjaga hati. Aku pulang karena ini sudah waktuku. Kamu perlu jarak, kita perlu jarak. Kehidupan akan terus berjalan dan bersamaku bukanlah pilihan yang tepat untukmu.
Aku jengah menjadi pilihan. Apa kamu lupa, jika kamu menempatkan diriku dalam sebuah pilihan, berarti aku juga dapat menempatkan diriku dan dirimu dalam dua pilihan yang berbeda. Aku memilih untuk pulang, dan kamu kupilih untuk menghilang.
Kamu berusaha mencegahku untuk pulang. Kenapa? Kenapa kau perlu menggunakan energimu untuk berbasa-basi? Dan kata βituβ pun terlontar dari mulutmu.
Jangan keluarkan kata sesal, karena demi Tuhan, sedetik pun aku takkan pernah jatuh dalam sorot matamu lagi. Keputusan-keputusan yang ditetapkan sudah bulat. Melingkar membelenggu keyakinanku untuk segera meninggalkan ini semua.
Dan kini subuh datang. Matahari mulai oranye menghapus rasi bintang yang terang. Aku akan pulang, menuju utara menyambut Corona Borealis-ku yang mulai menghilang. Ke Utara.
Aku pamit pulang dulu.
***
Jangan menangis karena sesuatu telah berakhir
tersenyumlah, karena sesuatu itu pernah terjadi.
Ya, itulah yang menimpa saya kali ini. Entah berapa hari saya berada dalam Pulau Tubby untuk riset tentang keberadaan nenek moyang saya. Kini saya jadi tahu bahwa nenek moyang saya adalah seorang penyair, pencipta lagu:
Nenek moyangku orang pelaut, Gemar mengarung luas samudera, Menerjang ombak tiada takut, Menempuh badai sudah biasa… Angin bertiup layar terkembang, Ombak berdebur di tepi pantai, Pemuda berani bangkit sekarang, Ke laut kita beramai-ramai.
Fakta itu sudah lebih dari cukup menjawab semua pertanyaan dari risetku selama ini. Berat rasanya meninggalkan Pulau Tubby dan isi-isinya.
Kami (saya, si teman, Monster Panu, dan Siluman Doraemon) berpesta semalam suntuk sebelum kepulangan kami. Banyak hal-hal ajaib yang terjadi di Pulau Tubby, tapi saya hanya membagi disini tentang yang berkaitan dengan nenek moyang saja. Mungkin di lain waktu akan saya tulis. Mungkin.
Dan disinilah saya, di dalam pesawat kembali menuju Indonesia sambil membayangkan hari-hari yang telah terlewati di Pulau Tubby. Saya memeluk erat buku yang diberikan Siluman Doraemon sementara si teman tertidur pulas. Dari semua perjalanan ini, setidaknya saya tahu satu hal: Mengapa saya tidak pernah menolak ketika diajak berkaraoke. Hihi! π