Siang tadi saya dikagetkan oleh kabar dari Inez, rekan kantor sekaligus adik tingkat saya di Komunikasi UGM. Katanya hari ini adalah hari terakhir #31HariMenulis. Terus terang saya shock, tulisan belum jalan sesuai dengan ending cerita yang saya inginkan, beberapa tokoh yang saya ciptakan masih mati suri, bahkan ada beberapa yang belum bangkit dari ‘kubur’nya. Kenapa 31 hari rasanya cepat sekali?
Jujur, ini adalah tahun #31HariMenulis paling buruk bagi saya. Tahun ini adalah ketigakalinya saya mengikuti program #31HariMenulis dan tahun pertama saya tidak menulis full selama 31 hari 🙁 Sedih banget rasanya pas tahu ternyata bolong saya di tahun ini ada 6 postingan. Padahal, saya rasa tahun ini saya sudah mempersiapkan konsep cerita yang cukup matang walaupun selalu dilakukan secara mendadak.
Tidak bisa dijadikan alasan sih, karena alasan selalu bisa dicari dan itu selalu karena tertidur dan kelelahan. Ide yang ada di otak rasanya menguap, kalah dengan mata yang ingin terpejam. Dalam hati kecewa banget rasanya melihat jalan cerita yang masih belum ditulis sempurna. Tapi di sisi lain saya berusaha untuk legowo, nggak papa deh toh sekarang saya sudah “sanggup” bayar denda sendiri. Hehehe 😛
Tentang tema yang saya angkat di #31hariMenulis ini, Motsach, terinspirasi dari banyak film, buku, dan lagu-lagu yang nangkring di playlist (khususnya lagu-lagu John Meyer dan, tentu saja, Demi Lovato :3) Tak jarang ketika menulis, walaupun panjangnya hanya 1-2 paragraf, saya mendengarkan satu lagu yang saya rasa pas dengan mood yang akan saya bangun. Lagunya saya ulangi terus-terusan sampai saya merasa muak untuk mendengarkan lagu itu lagi. Beruntung kalau idenya mengalir lancar. Kalau nggak, jangankan ide cerita, mau denger lagu apa aja saya bingung banget! :))
Dalam 31 hari kemarin, Motsach sudah menjadi rumah bagi pikiran saya. Saya berkontemplasi dengan apa yang terjadi di sekitar. Ketika saya mengamati Ted Mosby dalam serial How I Met Your Mother, saya juga melihat sosok Travng, warga Vietnam yang sangat lovable. Ketika saya sedang membaca Kastil es dan Air mancur Yang Berdansa, saya langsung membayangkan seorang Haegen muda sedang berdiri di dekat jendela rumahnya di Paris yang dingin dan bersalju. Ketika saya membaca ulang buku TNT, saya melihat sosok Sella, perempuan tangguh yang keras dan berpendirian kuat. Ketika saya mendengar lagu beberapa band yeyeye~ lalalala~ di acara musik pagi yang membawakan lirik lagu tentang perselingkuhan, saya langsung ingat Armand, si lelaki atletis yang sangat berengsek. Begitu seterusnya…
Selama dua puluh empat hari, Mostach adalah embrio yang hidup dalam blog saya. Ia berusaha tumbuh, kadang menggeliat, namun tetap mengalaim hambatan. Mungkin usianya dalam dunia maya ini tidak bisa tahan lama. Maka dari itu saya berharap jika embrio Motsach ini dapat dikembangkan di luar, dengan cara berhenti takut pada pukul 24.00 dan denda RP.20.000 😛
Apalah arti sebuah tulisan tanpa ada yang membacanya? Maka dari itu saya berterima kasih untuk teman-teman yang pernah membaca, mengikuti cerita Motsach, ataupun tersasar di blog ini dan terlanjur baca. Terima kasih juga untuk Bang Wiro dan konco-konconya yang membuat semua blog kontestan #31HariMenulis memiliki statistik yang tinggi di bulan Mei. Semoga tahun depan ada lagi 😉
Terakhir, untuk kamu yang sedang membaca tulisan ini. Percayalah, belajar untuk konsisten menulis selama 31 Hari itu tidak mudah. ;D
Salam gaul! m/
-d-