Seorang ibu milenial, ex-News TV Reporter, dan digital enthusiast. Saya menulis tentang hal-hal yang saya sukai: pengalaman, opini, traveling, kuliner, dan lain-lain.
Ketika sedang berduka, dominasi warna yang dipilih atau yang ditampakan adalah hitam. Terlepas dari warna khas pelayat tanda berduka, warna hitam juga sering dikaitkan dengan hal-hal lain. Kenapa duka, sedih, dan kehilangan di representasikan dengan warna hitam? Entahlah, sama saja dengan pertanyaan: kenapa pink identik dengan warna cinta?
Anyway, Budhe Wiki (Wikipedia maksudnya :p) memiliki definisi tersendiri mengenai hitam:
Hitam dalam definisi ideal adalah representasi ketidakhadiran sedikit pun warna atau cahaya di dalam sebuah ruang gelap.
Dalam banyak kebudayaan, hitam sering diasosiasikan sebagai hal buruk. Misalnya istilah ilmu hitam atau gelap mata. Namun ditemukan pula pengaruh positif dari penggunaan hitam seperti memperlihatkan ketegasan.
Hitam juga bersifat kuat, sehingga tidak mudah dikotori warna lain.
Hitam juga terkenal dalam istilah kehidupan sehari-hari. Orang yang sering membuat onar = kambing hitam, orang yang sering main layangan = orang hitam. Hahaha, nggak deng, bercanda. :p
Selain dengan kematian, hitam juga sering disangkutpautkan dengan masa lalu dan suasana sendu. Setelah tutup buku dengan setan masa lalu dan kembali membuka lembaran baru, si masa lalu kerap beraura hitam, kelam. Pun begitu dengan sendu. Ketika permasalahan datang, saya selalu merasa seperti disiram tinta yang pekat, hitam. Menghapusnya susah sekali. Butuh tipe-x dan penghapus yang banyak dan besar. Setelah dihapus pun selalu masih ada sisa. Sebenarnya bisa seperti semula lagi, hanya butuh waktu. Ya, waktu. Kasihan ya, waktu. Semuanya dikembalikan lagi padanya. Hm.
Langitpun menghitam, menderu, lalu hujan. Malam-malam.
Jadi kangen The Cameners, jadi pengen nyanyi lagu ini: