![]() |
Source |
Dinda masih duduk didalam Mostach. Gelasnya sudah diganti dengan yang baru, segelas ice banana blue untuk kembali menyegarkan pikirannya. Ia kembali menyulut sebatang rokok, rokok ketiga yang ia hisap setelah Sella memutuskan untuk pulang dan beristirahat, menutup harinya yang buruk dengan cepat.
Tak lama, suara derap langkah kaki terdengar mendekati meja Dinda. Lelaki itu. Ia lalu duduk di hadapannya dan menatap matanya tegas. Dinda kehabisan kata-kata. Matanya sibuk menerawang keluar jendela, membayangkan kalau ini semua tidak pernah terjadi.
“Bagaimana?” Tanya lelaki itu singkat.
Dinda menggeleng. Beberapa saat kemudian, tangisnya tumpah. Batinnya teriris oleh sikapnya sendiri.
[4…]
cerita sebelumnya bisa dibaca disini.