Sejauh mana kamu paham tentang yang kamu yakini? Terlahir dari keluarga dengan latar belakang Agama Islam, saya sudah diakrabkan dengan keyakinan saya sejak dini. Dari kecil, saya sudah dibiasakan ikut sekolah agama/ mengaji setiap hari setelah pulang sekolah. Kebiasaan itu lalu berlanjut dalam tingkat yang lebih dalam lagi yang diresapi secara pribadi sebagai kebutuhan. Pemaknaan dan hikmah terhadap apa yang saya yakini biasa saya pelajari melalui arahan orangtua, lingkungan, ustad, dan… buku.
Beberapa bulan yang lalu saya melahap habis buku yang berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa” karya Hanum Rais dan suaminya, Rangga Almahendra. Sempat ragu awalnya ketika saya hendak membeli buku itu. Setelah membaca review bukunya, ternyata buku “99 Cahaya di langit Eropa” berkisah tentang sejarah. Dari dulu, saya kurang begitu sreg dengan pelajaran sejarah. Hehe. Entah karena saat itu toko buku yang saya kunjungi sedang mengadakan diskon besar-besaran atau banyaknya testimoni yang mengatakan kalau buku ini sangat bagus, akhirnya saya kepincut juga beli buku “99 Cahaya di Langit Eropa” itu.
Sampai di rumah, saya langsung membaca habis keseluruhan isi buku. Ternyata dugaan saya salah, buku “99 Cahaya di Langit Eropa” sangat bagus. Buku ini membawa saya masuk ke penjelasan mengenai sejarah Islam di Eropa secara menyenangkan. Ceritanya mengalir, bahasanya ringan, dan tokoh yang memiliki karakter yang kuat membuat saya seolah-olah sedang “digiring” melalui mesin waktu melintasi Eropa yang ternyata mempunyai banyak peninggalan tentang sejarah Islam.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari buku ini. “Menjadi Agen Islam yang Baik di Eropa” adalah salah satunya. Dewasa ini, tidak mudah bagi orang muslim, khususnya perempuan yang menggunakan hijab, untuk tampil di depan umum. Menurut pengalaman saya pribadi, selalu ada “pandangan aneh” yang di dapatkan ketika tampil di depan umum. Biasanya sih ini terjadi di luar Indonesia, atau di negara yang penduduk muslimnya minoritas. Hehe, maaf ya kalau saya sotoy :p. Nah, “Menjadi Agen Islam yang Baik di Eropa” adalah solusi untuk menyikapi “pandangan-pandangan” seperti itu. Caranya? Menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. Simpel? Ya, tapi juga tidak. Beberapa contoh secara apik diberikan Hanum melalui sosok sahabatnya, Fatma, dalam buku ini. Penasaran? Makanya ayooo baca buku ini 🙂
Oh ya, buku ini kembali mengingatkan saya pada cita-cita yang selama ini saya pendam: jalan-jalan keluar negeri. Eropa adalah salah satunya. Jika dulu ketika saya jalan-jalan saya hanya tertuju pada objek wisatanya saja, setelah membaca buku ini saya jadi ingin mengetahui lebih dalam mengenai sejarah khususnya sejarah Islam dalam suatu peradaban di suatu negara. Semoga suatu saat nanti. We’ll see! 🙂
suatu saat kelak pasti kamu kesana dias. Insya Allah.
klo jadi ke Eropa nya, jgn lupa traktir traktir anak Grass yah ias, hhe 🙂