Ketika memasuki Bulan Ramadan, apa yang selalu menjadi ciri khas atau trademark versi kalian? Suara bangunin sahur? Iklan Marjan? Midnight sale? atau Sinetron religi? Kalau saya sih semuanya, hehe. Eh, sama satu lagi, deng, program Muslim Travelers di TV.
OBB (Opening Bumper Break) atau lagu dan video program pembukanya itu nempel banget iramanya di kepala. Selain mengingatkan kepada liputan-liputannya yang seru, somehow itu juga mengingatkan saya pada deadline liputan.
Tahun 2017 lalu ketika masih bekerja di TV, saya berkesempatan untuk berangkat liputan Muslim Travelers ke Jepang.
Seneng banget rasanya, karena sejak pertama kali program ini mengudara tahun 2014 lalu, saya memang sudah ngefans dengan konsepnya. Jadi, ketika ada sayembara (iya, memang tim dipilih dari tes dan seleksi dulu di kantor) untuk liputan ini, saya langsung ikutan.
Alhamdulillah keterima dan siapa sangka angkatan saya adalah angkatan terakhir yang reporternya juga double job sebagai host, what an experience!
Lalu ketika melihat tayangan Muslim Travelers tadi pas sahur saya jadi ingat, seru kali, ya, menuliskan cerita behind the scene liputannya? Proses di balik layar sebuah liputan magazine dengan durasi 30 menit.
Kenapa baru sekarang??? Gila 3 tahun yang lalu lho liputannya!
Yah, mari sepakat untuk lebih baik ditulis daripada tidak sama sekali. So let’s get started. ?
Kembali Menginjak Tanah Negeri Sakura
Negara tujuan dan tim liputan dipilih oleh tim produser melalui pertimbangan redaksi. Jadi ketika tahu terpilih, saya tinggal menunggu saja akan diberangkatkan ke mana. Alhamdulilah saya dapat Jepang, negara yang nggak akan pernah bosan untuk dikunjungi.
Banyak teman-teman yang menyayangkan, kok dapatnya Jepang padahal kan tahun 2015 lalu saya sudah pernah ke sana.
Tapi kalau saya sih malah senang, hahaha. Sebagai pecinta budaya Jepang, saya seneng banget bisa kembali eksplor negara ini karena bisa mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya belum pernah ke sana. Gratis lagi ?
Baca juga: Japan Stories: Persiapan Traveling ke Jepang
Ini adalah durasi liputan terpanjang selama saya bekerja. 14 hari. 2 hari perjalanan pulang pergi, 12 hari full liputan.
Semua item liputan riset sendiri, cari kontak sebagian narasumber pun sendiri dan sebagian lain termasuk fixer dan izin liputan di beberapa tempat tujuan dibantu oleh pihak JNTO sebagai sponsor utama.
Koordinasinya keren banget sih, kalau saya ingat-ingat lagi sekarang. Perombakan rundown, narasumber, dan hal teknis lainnya bisa kami komunikasikan dengan baik ?
Sampai akhirnya kami pun berangkat di tanggal 1 Mei 2017.
***
Tim Liputan Inti Hanya Berjumlah 2 Orang.
Saya, Mas Kemod (VJ, Video Journalist), dan Mifumi (vendor liputan kami) bertolak dari Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat JAL (Japan Airlines). Iya, tim liputannya memang hanya 2 orang, hehe, kebayang kan kepala saya berasapnya bakal kayak apa :p
Naik JAL merupakan pengalaman yang tak terlupakan buat saya, secara pas Japan Trip tahun 2015 saya dan teman-teman naik Air Asia.
Pelayanan staf dan pramugarinya ramah, tempat duduk dan media yang disediakan juga nyaman, ditambah lagi makanannya enak!
![]() |
Mandatory selfie! |
![]() |
Begitu duduk langsung dikasih makan |
Ada Prayer Room di Bandara Narita.
8 Jam kemudian, ketika sampai di Bandara Narita, kami sempat tertahan. Lumayan lama sih, dan nggak enaknya, saya terpisah dari Mifumi jadi kami nggak tahu kami tertahan karena apa karena petugas tidak bisa berbahasa Inggris. Sekitar 20 menit kemudian, kami baru bisa keluar.
Di bandara, kami langsung liputan, apalah itu istirahat :p Item-nya mushola di bandara Narita. Iya, jadi di Narita itu ada prayer room yang disediakan khusus untuk umat muslim. How sweet ya, mengingat muslim di sana adalah agama minoritas.
Dibandingkan dengan prayer room di Bandara Haneda, ukuran prayer room di Bandara Narita agak sedikit lebih kecil. Kalau di Haneda, untuk memasuki prayer room kita harus menekan interkom yang terhubung dengan petugas baru dibukakan pintunya, jadi nggak sembarang orang bisa masuk. Kalau di Narita, kita bisa buka-tutup pintu sendiri.
Baca juga: Menginap di Bandara Haneda
Tapi sepertinya sih ada beberapa prayer room di Bandara Narita, dan yang saya liput kebetulan yang dekat pintu keluar internasional. Maaf detailnya saya lupa karena sudah 3 tahun lalu, huhu.
***
Puas Window Sopping di Shisui Premium Outlet.
Kami lalu beranjak ke Shisui Premium Outlet, sebuah pusat perbelanjaan yang terletak masih di lingkungan Bandara Narita. Menggunakan shuttle bus, jarak yang kami tempuh hanya sekitar 10 menit saja.
Kalau kamu suka belanja dan anaknya branded banget, mungkin Shisui Premium Outlet bisa menjadi destinasi yang wajib kamu kunjungi. Ada lebih dari 180 toko branded dan restoran di dalamnya dan bahkan beberapa diantaranya menawarkan fasilitas bebas pajak.
Target utama pengunjung di Shisui Premium Outlet ini adalah para pelancong yang sedang menunggu jadwal terbang. Jadi sembari menunggu, kalian bisa shopping di sini.
Kami tidak lama, hanya mengambil keperluan footage gambar sebentar dan sarapan (atau brunch tepatnya) di salah satu restoran yang menyediakan makanan ramah muslim.
Dari Shisui Premium Outlet kami diajak ke Naritasan Shinshoji Temple, sebuah kuil budha yang besar dan populer di daerah Narita. Kebetulan pas kami ke sana sedang diadakan festival menabuh gendang. Waaah, beruntung sekali saya bisa menyaksikannya. Mas Kemod juga happy karena bisa belanja banyak gambar ?
![]() The Team! |
Makan Bento yang Mengeluarkan Asap!
Perjalanan kami lanjutkan menuju Stasiun Tokyo untuk menuju ke Kota Sendai, Kota terbesar di daerah Tohoku yang juga adalah Ibukota Prefektur Miyagi. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 4,5 jam dengan menggunakan Shinkansen.
Di perjalanan, kami makan siang pakai nasi bekal atau bento yang sebelumnya kami beli. Saya udik banget waktu dipilihkan kotak bento berisi nasi, sayur, dan daging sapi yang ada tali tariknya. Jadi ketika talinya ditarik, bentonya akan menjadi panas dan mengeluarkan asap! Jadi bento saya makan dalam keadaan panas mengepul, duh lezat sekali deh pokoknya.
Baca juga: 5 Tempat Makan Favorit di Sukabumi
Selain makan, kami juga berdiskusi mengenai timeline liputan yang dibuat untuk dieksekusi keesokan harinya. Sesekali ketika troli jajanan lewat, saya membeli beberapa cemilan aneh yang belum pernah saya makan sebelumnya.
Seperti aneka cokelat, keripik, dan kacang. Semuanya sudah lolos seleksi kehalalan Mbak Evi, tour guide dan translator kami, wong asli Semarang yang sudah 2 tahunan bekerja di Osaka.
Sesampainya di Sendai kami beristirahat karena liputan besok akan dimulai pagi sekali. Ya, selama 14 hari liputan kami biasanya berangkat keluar hotel jam 7 atau 8 pagi. Bahkan pernah jam 6 pagi.
Saya berusaha banget menjaga kepercayaan orang Jepang dengan selalu datang tepat waktu.
Maka, timeline saya setiap pagi adalah: bangun jam 4, sholat subuh, mandi dan packing, make up, lalu sarapan jam 6 tepat. Biasanya saya dan Mbak Evi adalah orang pertama yang ada di restoran hotel. Hehe.. Pokoknya setiap hari harus doping vitamin dan banyak makan biar nggak tumbang.
Rasanya excited banget untuk liputan pertama besok di Funaoka Castle Ruin Park! Ceritanya akan saya update di postingan selanjutnya ya! 😀
Waaah seru bangeet.. aku selalu suka nonton Muslim Travelers di NET pas sahur. Rasanya itu satu-satunya acara TV yang menarik untuk ditonton selain kuis-kuis atau acara lawak-lawak yang gak jelas. Seruu banget juga ngikutin cerita kamu, ditunggu lanjutannya yaa..
Makasih Dii.. 🙂
Ditunggu ya lanjutannya.
ich… saya suka bgt lho kalau baca cerita perjalanan sekaligus yg ada hubungannya dengan dunia karir. Kayaknya asik dan bikin hidup lebih berwarna gitu.
12 hari full liputan benar² luar biasa nih kak. Namun begitu jadi banyak kesan dan pengalaman tak terlupakan ya