Hatiku selalu perih ketika melewati toko sepeda. Aku selalu terbayang tangismu yang tiba-tiba pecah. Kau ingin sepeda, semua temanmu sudah punya. Kau selalu merengek padaku ketika melihat teman-teman sebayamu yang sudah memiliki sepeda roda tiga dan memainkannya di depanmu sambil membunyikan nyaring belnya. Hatiku seperti diiris, bagaimana tidak, sebagai kepala kelaurga aku akan bertanggungjawab penuh atas hakmu sebagai anak. Pendidikan adalah prioritas utamaku untukmu, dan yang sedang mati-matian berusaha kupenuhi. Semua tawaran nukang aku sanggupi demi sebongkah tabungan investasi pendidikanmu.
Masih di luar toko sepeda, aku memandang sebuah sepeda mini roda tiga berwarna biru. Aku tahu sepeda itu pasti tak akan tahan terlalu lama. Tubuhmu terus tumbuh, Nak. Kau akan segera meminta sepeda dengan ukuran yang lebih besar lagi. Tapi senyummu, adalah harga mati dari rasa bahagiaku yang tak bisa ditawar lagi.
Kunyalakan sebatang rokok untuk menutup menu makan siangku. Di hisapan ketiga aku berpikir. Lebih jernih. Rokok ini bisa kuganti menjadi sepeda baru untukmu. Sepasang keping uang logam yang setiap hari kubakar dua kali ini bisa kusimpan untukmu. Dan dalam empat puluh hari kedepan, kau akan bisa mendapatkan sebuah sepeda roda tiga yang tidak kalah bagus dengan bel yang bunyinya tak kalah nyaring. Ya, aku sudah memiliki tekad. Ini adalah hisapan terakhir. Jatah rokok sore ini akan mulai kusimpan untuk senyummu. Bersabar ya, Nak.
#FF2in1 – @nulisbuku
Tema 1 – The Reason by Hoobastank