Dari kumpulan setan-setan yang ada di Indonesia, menurut saya yang paling menunjukan sisi kesetanannya adalah setan tanpa muka. Kasian banget. Udah setan, nggak ada mukanya pula. Gimana dia bisa dikenal?
*oke yaz, fokus.*
Tapi bener deh, dibandingin setan yang lain, setan tanpa muka juga setan yang paling ngenes. Disaat kuntilanak bisa ketawa sambil buka mulutnya lebar-lebar, dan pocong bisa kedip-kedip matanya kalau lagi kelilipan, setan tanpa muka bisa apa? Nggak bisa apa apa kan? Kasian.
Tapi, justru itu yang membuat setan tanpa muka menjadi setan yang paling setan banget. Pokoknya setan nomer satu diantara kumpulan setan yang lain. Ngalahin Tujuh Setan Paling Setan versi On The Spot lah pokoknya.
Setan tanpa muka juga setan yang paling gampang terdeteksi kalau dia itu setan. Coba kalau kuntilanak, kalau saya ketemu cewek berambut panjang dan berbaju putih di pinggir jalan, belum tentu itu setan. Bisa aja itu mbak-mbak kantoran yg lagi training dan lagi nungguin bis buat pulang. Gitu juga dengan pocong. Kalau saya lagi di pinggir sawah malem-malem dan lihat yang lonjong-lonjong warna putih di deket pohon pisang, bisa jadi itu…. pocong… eh, nggak deng. Bisa jadi itu bonggol pisang yg siap panen tapi dibungkus kain sama pemilik pohonnya supaya lebih mateng. Ya kan?
Lah kalau setan tanpa muka? Ya pasti setan lah, orang gak ada mukanya -_-“”
Karena itulah, muka, adalah salah satu aspek penting yang membedakan manusia dan setan. Manusia pasti ada mukanya, bisa mengeluarkan ekspresi. Kalau nggak bisa, ya berarti sama aja kayak setan tanpa muka dong.
Terakhir kali di cek, jantung saya masih berdegup-degup (apalagi waktu ketemu Reza Rahadian, berdegup bingits). Artinya saya masih manusia yang (alhamdulillah) normal. Saya bisa mengeluarkan ekspresi dari apa yang saya rasakan, dan itu normal. Nggak kayak setan tanpa muka. Udah nggak normal, setan lagi.
Tapi, seberapa normalnya kamu, pasti ada satu dari milyaran orang yang punya pemikiran “nggak normal”. Misalnya, ada orang yang nggak terima saat kamu mengeluarkan ekspresi. Seolah-olah lupa kalau sedang berinteraksi dengan manusia. Kenapa? Entahlah, mungkin karena terlalu lama berada di depan mesin pekerja? Atau terlalu apatis dengan self control tiap orang yang berbeda-beda? Atau jangan-jangan, terlalu sering main jalangkung dan berinteraksi dengan setan tanpa muka? Entahlah.
Men, saya aja masih bisa maklum kalau Kuntilanak ketawa-ketawa iseng di jendela kosan. Masa sesama mahluk hidup nggak saling ngerti? Itu batu apa hati?
Tol padalarang, 14 Februari 2014
Diaz Lovato.